Welcome to Portal News JEJAK KASUS - RADAR BANGSA Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat
PENERBIT: PT PRIA SAKTI PERKASA (Kep MenKum HAM No AHU-13286.40.10.2014) NPWP: 70.419.437.2-602.000

INFO PERWAKILAN Kami Sampaikan Kepada Segenap Instansi Pemerintah, BUMN, TNI, POLRI dan Swasta agar memperhatikan Bagi wartawan di Box Redaksi Koran/Tabloid Jejak Kasus-Radar Bangsa SulSel-Bar yang tidak terdaftar namanya tolong tidak dilayani atau laporkan kepada kami, Terimakasih kerja samanya.

Pertambangan Batubara PT. Pasir Walannae

Perusahaan Pertambangan Batubara Milik PT. Pasir Walannae Langgar UU NO.4 Tahun 2009 Tentang Minerba dan Tidak Mematuhi SK Dirjen Minerba 
Tentang SOP CNC

Bone, Jejakkasus.com.- Seiring terbitnya UU Minerba Nomor 4 Tahun 2009, Pemerintah Pusat diberi amanat dan wewenang untuk menata kembali perizinan di sektor pertambangan. Istilah KP pun diganti oleh UU Minerba menjadi IUP (Izin Usaha Pertambangan). Atas dasar wewenang itu, Pemerintah Pusat melalui Dirjen Minerba Kementerian ESDM kemudian menggelar program penataan, lewat rekonsiliasi dan pemutahiran data IUP yang telah diterbitkan Pemerintah Daerah. Bagi IUP yang sudah memenuhi persyaratan sesuai peraturan perundang-undangan dan tidak tumpang tindih, diberikan status “Clear and Clean” (CNC). Bagi perusahaan yang belum memiliki disebut IUP Non CNC.


Direktur Jenderal (Dirjen) Minerba pun menerbitkan Surat Keputusan (SK) Nomor 1406/30/DJB/2012 tanggal 30 April 2012 tentang “Standard Operating Procedure (SOP) Pemrosesan sertifikat Clear and Clean”. Dari 10.596 IUP yang terjaring rekonsiliasi nasional, sebanyak 4.833 IUP sudah berstatus CNC dan sisanya 5.763 IUP berstatus “Non CNC” atau masih dikategorikan bermasalah.

Dari 5.763 IUP yang dijaring Dirjen Minerba Kementrian ESDM, PT.Pasir Walannae (PW) yang melakukan kegitan penambangan di wilayah Kab. Bone Provinsi Sulawesi Selatan tepatnya  di Dusun Mari-Mario Desa Massenreng Pulu Kecamatan Lamuru,  diduga masuk dalam daftar perusahaan tambang Non CNC alias bermasalah. Dugaan ini dikuatkan adanya keterangan Junaedy Jufri selaku Asisten Direktur PT. PW yang ditemui di kantornya 23 Februari lalu, beliau mengakui kalau perusahaan milik Bomang Sanusi Itu hingga kini memang belum mengantongi sertifikat Clear and Clean.

PT. PW sebagai perusahaan yang melakukan kegiatan pertambangan di desa Massenreng Pulu ini dalam melakukkan produksi batubara tidak mematuhi standart operasi produksi dan tidak memperhatikan keselamatan kerja karyawan, pasalnya dalam mempekerjakan karyawan tidak dilengkapi safety. Dinilai banyak kalangan, ketedeloran ini sangat membahayakan keselamatan para karyawan, ironisnya lagi kondisi ini terjadi sejak beberapa tahun lalu, bahkan disinyalir sudah kurang lebih 8 tahun melakukan kegiatan eksploitasi, sesuai keterangan masyarakat setempat dan eks karyawannya.

Saat dikonfirmasi pihak perusahaan tentang kondisi ini, perusahaan beralasan kalau pihaknya sementara dalam pengurusan kelengkapan safety. Selain masalah kelalaian safety, PT.PW tidak melakukan kewajiban untuk melaksanakan reklamasi eks penambangan sesuai amanat dari Undang-Undang No.4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) dan dikeluarkannya beberapa PP dan RPP  Reklamasi dan Pasca tambang.

Sesuai bunyi Pasal 99 dan pasal 100 UU Minerba yang mengamanatkan setiap pemegang IUP dan IUPK wajib menyerahkan rencana reklamasi, rencana pasca tambang, dan melaksanakan reklamasi & pasca tambang. Pasal ini merupakan sebagian kutipan yang menjelaskan bahwa pembangunan pertambangan merupakan pembangunan yang berwawasan lingkungan.

Dalam kurun waktu beberapa tahun melakukan eksploitasi batubara, PT.PW belum maksimal melakukan reklamasi, dari keterangan warga yang pernah terlibat dalam kegiatan pertambangan ini menjelaskan bahwa contoh lokasi eks penambang Join Operasi (JO) PT.Pasir Walannae adalah milik HR sebanyak 5 titik dan SKR hingga kini belum dilakukan kegiatan reklamasi.

Tanggungjawab reklamasi ini diserahkan ke pihak PT.PW sebagai pemilik IUP sesuai perjanjian pihak JO dengan perusahan pemilik IUP karena biaya reklamasi sebesar Rp. 80 Juta per titik sudah diserahkan di awal sebelum Joint Operasi melakukan kegiatan produksi.

Tim Jejakkasus.com meminta Kementerian ESDM untuk turun meninjau langsung kegiatan penambangan PT.PW sebelum menimbulkan kerusakan lebih luas. Dari informasi yang dihimpun tim, kegiatan ini sudah cukup lama meresahkan masysrakat setempat namun mereka tidak tahu hendak melapor ke mana.

Dinas Pertambangan Provinsi Sulsel lalaikan tugas dan kewenangan karena seharusnya kondisi ini mereka ketahui, terlebih lagi Dinas Pertambangan Kabupaten Bone yang sudah beberapa kali melakukan sidak, namun hingga kini tidak ada hasil yang berarti, diduga kuat mereka menerima upeti dari pihak penambang. Dari sumber lain, Bahan Bakar Minyak yang  digunakan adalah kebanyakan BBM bersubsidi, pemasoknya diduga pula bekerjasama dengan oknum penegak hukum di wilayah tersebut. (Tim)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar